SAIBETIK – Banyak mitra Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mengeluhkan harga tinggi dan ketatnya standar BGN terkait perlengkapan dapur, khususnya tempat nasi atau ompreng, yang wajib sesuai ketentuan tertentu. Keluhan ini muncul karena sejumlah mitra merasa terbebani dengan harga yang terus melonjak dan aturan yang dianggap memberatkan mereka.
Sumber yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa banyak peralatan makan yang sebelumnya mudah didapat di pasar kini hilang dan digantikan dengan produk yang harus memenuhi standar BGN. “Ompreng-ompreng yang biasa ada di pasar sekarang hilang. Ketentuan untuk ompreng saja harus mengandung nikel 8,” ujar sumber tersebut.
Namun, mendapatkan peralatan yang sesuai dengan ketentuan BGN bukanlah perkara mudah. Mitra mandiri harus membeli ompreng hanya dari tiga perusahaan yang sudah ditunjuk oleh BGN. Masalahnya, harga peralatan tersebut melonjak tajam, dari sekitar Rp40.000 hingga Rp50.000 di pasaran menjadi Rp70.000 per unit.
“Harus beli di tiga PT yang ditunjuk BGN. Jika mitra mandiri tidak memiliki ompreng yang sesuai BGN, maka program mereka bisa dibatalkan. Banyak yang mengundurkan diri karena tidak sanggup membeli perlengkapan tersebut,” tambah sumber itu.
Padahal, Presiden Prabowo Subianto sebelumnya melarang PT untuk terlibat dalam penyediaan kebutuhan program MBG, termasuk perlengkapan makan atau peralatan dapur. “Pak Prabowo ingin melibatkan yayasan dan koperasi, sehingga jika ada sedikit keuntungan, misalnya Rp1.000, bisa diberikan ke yayasan atau koperasi,” ujar sumber tersebut.
Selain itu, peralatan dapur lain seperti kompor, timbangan, pemanas air, dan freezer juga harus memenuhi standar ketat BGN. “Harus cuci pakai water heater, air panas. Restoran saja nggak pakai water heater untuk mencuci,” tambahnya.
Aturan ketat ini membuat dapur mitra mandiri, terutama dari yayasan dan pondok pesantren, tidak siap. Semua peralatan dapur mereka dipasok dan dikontrol oleh BGN. “Dengan aturan ketat seperti ini, ada permainan di dalamnya,” ungkapnya.
Ironisnya, mitra mandiri yang sudah membangun dapur MBG dengan luas 300 meter persegi dan menanggung biaya sekitar Rp4,4 miliar untuk wilayah di luar Jakarta (Depok, Tangerang, Bekasi, dan Bogor), merasa kecewa. “Kami ini dapat apa? Kami malah tekor,” ujar sumber tersebut.
Masalah keterbatasan perlengkapan dapur ini juga menjadi faktor utama mengapa program MBG di berbagai daerah, termasuk Sumatera Barat, terpaksa ditunda atau dibatalkan. Hal ini terjadi meskipun program tersebut telah diluncurkan secara nasional pada Senin lalu di 26 provinsi.***