SAIBETIK – Anggota DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tanjung, meminta kalangan akademisi untuk tidak terjebak dalam dikotomi antara pilkada langsung atau tidak langsung. Pernyataan ini ia sampaikan dalam diskusi publik yang digelar di UIN Raden Intan Lampung, baru-baru ini.
Doli Kurnia menekankan pentingnya peran perguruan tinggi dalam mencari format terbaik untuk sistem pemilu dan pilkada di Indonesia. Ia menyebut bahwa perdebatan mengenai pilkada langsung atau tidak langsung seharusnya tidak membatasi ruang untuk penelitian yang lebih mendalam dalam mencari solusi terbaik bagi demokrasi di tanah air.
Dalam kesempatan itu, Doli juga mengutip pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyarankan perbaikan sistem pemilu. Menurut Doli, Prabowo menyoroti ketidakefisienan dan ketidakefektifan model pemilu dan pilkada saat ini, yang dianggap memboroskan waktu, energi, dan anggaran.
“Perguruan tinggi dan kalangan akademisi jangan terjebak pada dikotomi pilkada langsung atau tidak langsung. Lakukan studi konkret untuk menemukan bentuk demokrasi yang sesuai dengan konteks Indonesia,” ujar politisi Golkar tersebut.
Diskusi tersebut turut menghadirkan peneliti dari Rakata Institute, Eko Kuswanto, yang mengusulkan penghematan dalam penyelenggaraan Pilpres dan Pilkada. Salah satu cara yang disarankan adalah dengan menghapuskan debat, yang menurut penelitian Rakata, hanya memberikan sedikit pengaruh terhadap pemilih.
Eko menambahkan, hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 5 persen pemilih dengan penghasilan lebih dari Rp5 juta yang terpengaruh oleh debat. Sementara itu, pemilih dengan penghasilan di bawah Rp5 juta hanya 3 persen yang mengubah pilihannya karena debat.
Di sisi lain, Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana, yang hadir sebagai narasumber, mengungkapkan bahwa dia merasa puas dengan model pemilu langsung saat ini. Menurutnya, pilkada langsung membantunya lebih dikenal dan semakin dekat dengan masyarakat. Sebagai pemenang Pilkada langsung untuk kedua kalinya, Eva tidak memberikan komentar lebih lanjut terkait apakah pilkada harus tetap dilakukan secara langsung atau melalui DPRD.
“Pilkada yang baru saya jalani sangat menyenangkan karena tidak mengeluarkan biaya tinggi dan membuat saya semakin dekat dengan rakyat,” ujar Eva, yang merasa model pilkada langsung lebih efisien dan memungkinkan interaksi yang lebih erat dengan warga.***