SAIBETIK– Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan komitmennya untuk mempertahankan status Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebagai lembaga permanen. Ia menolak wacana yang beredar di DPR yang mengusulkan kedua lembaga tersebut diubah menjadi lembaga ad hoc.
Rifqi menilai pembahasan tentang perubahan status KPU dan Bawaslu belum dibahas secara formal di parlemen. Namun, ia secara pribadi mengungkapkan penentangannya terhadap rencana tersebut.
“Pembahasan terkait revisi sejumlah undang-undang memang belum dimulai. Partai-partai politik juga belum menyampaikan sikap resminya. Tetapi jika ditanya secara pribadi, saya rasa lebih baik kita pertahankan yang ada sekarang,” ujar Rifqi.
Ia juga memberikan apresiasi terhadap keberhasilan KPU dan Bawaslu dalam menyelenggarakan rangkaian pemilu, mulai dari pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota legislatif, hingga pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara bersamaan.
Lebih lanjut, Rifqi berpendapat ada isu yang lebih substantif yang perlu dibahas daripada sekadar status kelembagaan KPU dan Bawaslu. Salah satunya adalah evaluasi terhadap sistem pemilu, termasuk kemungkinan perubahan jadwal pemilihan umum yang sering kali tumpang tindih.
“Saya kira, kita juga perlu merenungkan apakah jadwal pemilu yang meliputi pileg, pilpres, dan pilkada yang dilaksanakan di tahun yang sama perlu dievaluasi. Jika itu perlu, maka ada kemungkinan pilkada tidak dilakukan di tahun yang sama dengan pileg dan pilpres,” katanya.
Rifqi juga menyebutkan bahwa ada masukan untuk memisahkan pemilu menjadi dua jenis: pemilu nasional yang meliputi pemilihan presiden, wakil presiden, anggota DPR RI, dan DPD, serta pemilu lokal yang meliputi pemilihan anggota DPRD dan kepala daerah.
“Hal-hal seperti ini akan kita kaji lebih lanjut. Jadi, dalam konteks ini, memperdebatkan apakah KPU menjadi lembaga ad hoc atau tidak sepertinya kurang relevan, karena ada isu yang jauh lebih penting dalam menata sistem politik dan pemilihan kita ke depan,” pungkas Rifqinizamy.
Isu perubahan status KPU dan Bawaslu menjadi lembaga ad hoc pertama kali mencuat pada akhir Oktober lalu. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, mengusulkan agar KPU hanya berfungsi sebagai lembaga ad hoc selama dua tahun, yakni pada masa persiapan dan pelaksanaan pemilu.
“Jadi kami sedang berpikir di DPR, mengapa KPU tidak menjadi lembaga ad hoc saja, dua tahun saja. Kenapa kita harus menghabiskan anggaran negara terlalu banyak?” kata Saleh.***