SAIBETIK – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Frederic Palit, menanggapi pernyataan elite Partai Gerindra yang menyebut ada andil PDIP dalam pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). UU tersebut menjadi dasar kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Dolfie menegaskan bahwa inisiatif UU HPP berasal dari pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“UU HPP adalah inisiatif pemerintahan Jokowi yang disampaikan ke DPR pada 5 Mei 2021. Seluruh fraksi di DPR menyetujui pembahasan atas usulan pemerintah tersebut,” kata Dolfie, yang juga menjabat Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU HPP.
Proses Pengesahan UU HPP
Dolfie menjelaskan bahwa UU HPP disahkan pada 7 Oktober 2021 dengan dukungan delapan fraksi partai di DPR RI. Hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak. UU ini berbentuk Omnibus Law yang mengubah ketentuan dalam UU KUP, UU PPh, UU PPN, dan UU Cukai, serta mencakup aturan tentang Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak dan Pajak Karbon.
Dalam UU HPP, pemerintah diberi kewenangan untuk mengusulkan perubahan tarif PPN dalam rentang 5 hingga 15 persen, sesuai Pasal 7 Ayat (3). Tarif PPN yang ditetapkan dalam UU HPP adalah 12 persen, mulai berlaku pada 2025.
“Pemerintah dapat menaikkan atau menurunkan tarif tersebut sesuai kondisi perekonomian nasional, tetapi harus mendapat persetujuan DPR,” jelas Dolfie.
Kritik dan Saran Terkait Kenaikan PPN
Dolfie menekankan bahwa kenaikan tarif PPN perlu didukung oleh kondisi ekonomi yang baik, termasuk pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan penghasilan masyarakat.
“Jika pemerintahan mendatang, seperti di bawah Prabowo Subianto, tetap ingin menaikkan PPN menjadi 12 persen, harus diimbangi dengan perbaikan signifikan dalam pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Gerindra Pertanyakan Sikap PDIP
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus Wakil Ketua Komisi VII DPR, Rahayu Saraswati, menyoroti sikap PDIP yang kini menolak rencana kenaikan PPN 12 persen. Menurutnya, PDIP terlibat dalam proses pembuatan UU HPP, bahkan memimpin Panja saat itu.
“Saat paripurna, kader PDIP tiba-tiba menyatakan penolakannya terhadap PPN 12 persen. Ini membuat banyak anggota DPR heran,” ungkap Saraswati.
Ia juga mempertanyakan alasan PDIP baru sekarang menunjukkan penolakan, padahal partai tersebut memiliki andil besar dalam pengesahan UU HPP.
“Kalau memang menolak, kenapa tidak sejak mereka memimpin Panja UU ini? Jujur saja, banyak yang hanya bisa tersenyum dan menggelengkan kepala,” tambahnya.
Dinamika Politik dan Implikasi Kebijakan
Wacana kenaikan PPN menjadi 12 persen terus menjadi perdebatan di kalangan elit politik. Saling tuding antara PDIP dan Gerindra mencerminkan dinamika politik menjelang pelaksanaan aturan tersebut pada 2025. Masyarakat berharap kebijakan ini dapat disertai dengan langkah konkret untuk meningkatkan kesejahteraan dan kepercayaan publik terhadap pemerintah.***