SAIBETIK – DPDHNSI Lampung mengukuhkan langkah berani dengan peluncuran Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang bertekad menjadi garda terdepan dalam membela keadilan bagi nelayan Indonesia, khususnya yang berada di perairan Lampung.
Ini adalah komitmen kami dengan penuh ketulusan dan kesungguhan hati untuk memperjuangkan nasib nelayan dan masyarakat pesisir yang selama ini terpinggirkan, ungkap Kusaeri Kuswandi, Ketua DPD HSNI Lampung, dalam pernyataannya pada Kamis, 23 Mei 2024.
LBH Nelayan resmi berdiri setelah melewati rapat pengurus DPD HNS Lampung di kantor DPD HNSI Lampung, Jalan Agus Salim, Kelurahan Kaliawi, Bandarlampung. Ardian Hasibuan, S.H., M.H., ditetapkan sebagai ketua, sementara Muhamad Tohir, S.H., dan Ahmad Alfian, S.H., bertugas sebagai sekretaris dan bendahara. Di samping itu, DR. Hi. Ahmad Irzal Fardiansyah, S.H., M.H., dari Fakultas Hukum Universitas Lampung, diangkat sebagai penasehat.
Iswandi, Sekretaris DPD HNSI Lampung, menyampaikan rasa syukur atas terbentuknya LBH di dalam organisasi nelayan Lampung. Alhamdulillah, perjuangan panjang untuk perlindungan hukum bagi nelayan dan keluarga nelayan membuahkan hasil. Di momen ulang tahun ke-51 DPD HNSI Provinsi Lampung, kami berhasil membentuk lembaga bantuan hukum ini. Kami berharap LBH ini akan berperan sebagai lembaga yang memberikan manfaat nyata, melalui fungsi advokasi, konsultasi, penyuluhan, mediasi, penelitian, dan pengembangan profesi bagi nelayan dan keluarganya, guna mencapai peningkatan SDM dan kesadaran hukum untuk kesejahteraan mereka, paparnya.
Lebih lanjut, Iswandi menekankan bahwa pembentukan LBH Nelayan ini merupakan yang pertama di seluruh DPD HNSI di Indonesia. DPD Lampung menjadi pelopor dalam inisiatif pembentukan LBH Nelayan di seluruh DPD HNSI di Indonesia, ujarnya dengan bangga.
Menurut Iswandi, DPD HNSI secara mandiri dan sukarela melakukan konsolidasi dengan seluruh nelayan di Lampung. Setelah mendengarkan keluhan dari saudara-saudara mereka di pesisir, tidak hanya tentang pembatasan dalam melaut yang tidak masuk akal, kelangkaan bahan bakar minyak (BBM), dan ketidakstabilan harga jual hasil tangkapan, tetapi juga mengenai kriminalisasi nelayan yang kerap terjadi.***