oleh

Siapa Sangka, Calon Rektor Unila Prof. Suharso Ternyata Dulunya Kuli Bangunan

BANDAR LAMPUNG, Saibetik.com – Kalau melihat penampilan dan karirnya sekarang, siapa yang menyangka jika Prof Suharso dulunya merupakan kuli bangunan.

Kisah bakal calon rektor Unila Prof Suharso itu patut dijadikan panutan dan inspirasi bagi generasi saat ini, untuk tidak pantang menyerah dan menghargai proses untuk adanya pembalikan nasib.

Kisah Prof Suharso yang dulunya merupakan kuli bangunan hingga saat ini menjabat sebagai Wakil Rektor IV Bidang Perencanaan, Kerjasama, dan Teknologi Informasi dan Komunikasi Unila itu bermula saat mimpinya menjadi seorang dosen.

Ditemui di ruang kerjanya, Prof Suharso menceritakan setelah lulus dari SMA, dirinya bercita-cita-cita kuliah di fakultas pertambangan ITB. Harapan tersebut dikuburnya, lantaran harus membantu orang tua menjadi kuli bangunan, mengecat, memasang plafon hingga mengaduk semen.

“Iya jadi karena berpikir orang tua tidak mampu, dan diminta untuk langsung bekerja, jadi ikut bapak menjadi tukang,” ujar Prof Suharso, dikutip dari Rilis.id, Kamis (20/12/2022).

Ketidak mampuan dari segi ekonomi tersebut, membuat dirinya bertekad untuk merubah nasib. Prof Suharso tetap giat mengunjungi rumah teman untuk mengumpulkan bahan materi bimbel agar bisa dipelajari. Hal itu dilakukannya setiap sore hari, selepas dari bekerja.

“Sampai akhirnya saya berpikir, tidak mungkin saya menjadi tukang, masa depan saya. Maka muncullah tekat untuk menjadi seorang dosen,” ungkapnya. 

Kehidupannya berubah berawal saat Prof Suharso nekat mendaftarkan diri menjadi seorang mahasiswa di program Studi Kimia Universitas Lampung (Unila) 1984-1994,

Memutuskan untuk lanjut kuliah, tentu bukan hal yang mudah untuk dilakukan, karena faktor ekonomi, dan tidak adanya uang untuk mendaftar.

“Hingga akhirnya saat main ke rumah teman untuk ambil berkas bimbel itu, orang tuanya nanya kenapa belum daftar-daftar. Mungkin orang tua teman saya itu sudah mengerti, akhirnya saya dikasih uang Rp25 ribu untuk mendaftar ke perguruan tinggi,” ungkapnya.

Dengan modal Rp25 ribu dan tambahan Rp10 ribu dari orang tua, mendaftarkan sebagai mahasiswa di Unila dengan mengambil tiga pilihan yakni Program Studi Kimia, Fakultas Pertanian, dan Fakultas Hukum.

“Diterima di Prodi Kimia, disitulah saya mulai belajar mengatur waktu, antara berorganisasi dan belajar, sekaligus bekerja seperti ngajar Bimbel,” jelasnya.

Setelah berkuliah dengan bercita-cita menjadi dosen, dirinya bertekad untuk mendapatkan beasiswa, seperti beasiswa Tunjangan Ikatan Dinas (TID).

“Setelah lulus, 1994 ada pembukaan pendaftaran dosen, tes biasa dan lulus menjadi Dosen. Hingga akhirnya diminta menjadi Sekretaris Jurusan (Sekjur) Kimia pada usia 26 tahun,” kata dia.  

Kemudian dirinya mengikuti kursus bahasa inggris di Palembang selama 6 bulan. Setelah itu daftar sebagai mahasiswa dan diterima di Curtin University of Technology, Applied Chemistry, Perth Australia tahun 1998-2023.

“Saat kuliah penelitian saya dinilai bisa dikonversi menjadi Doktor, tetapi nambah waktu 1 tahun. Hingga akhirnya 3,5 tahun selesai dan menjadi Doktor pada usia 33 tahun,” ujarnya.

“Pulang dari australia pada tahun 2003, pada tahun 2024 kembali menjadi Sekjur, berjalannya waktu, 6 tahun kemudian saya menjadi profesor termuda di usia 39 tahun,” jelasnya.***

Laporan Redaksi Saibetik.com

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed