oleh

Karya Ilmiah Populer : Imbas Kasus Ketum PPWI, Pers Dituntut Tingkatkan Profesionalisme Wartawan

Ruth Dyita Candra Asthingkara

Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Bandar Lampung

Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Wilson Lalengke ditangkap polisi karena dugaan perusakan papan bunga dan penghinaan adat Lampung. Wilson ditangkap di depan gerbang Polda Lampung Itera, Way Hui, Lampung Selatan, bersama dua pengurus, Sabtu (12/3/2022).

Penangkapan ini dilakukan oleh Tim gabungan Resmob Polda Lampung dan Polres Lampung Timur (Lamtim) atas dasar laporan tokoh adat Lampung Timur karena tidak terima bunga papan yang dipajang di depan Polres Lampung Timur dirusak, dikatakan oleh tokoh adat yang tidak mau disebutkan namanya itu bahwa Wilson merusaknya dengan cara dirobohkan lalu diinjak. Wilson juga dituding menghina dan melecehkan adat di Lampung Timur dan dituduh membuat keonaran di Polres Lampung Timur.

Diketahui bahwa tindakan Wilson itu dipicu dari beberapa anggota PPWI yang ditangkap lantaran memeras warga.

Dalam kasus penangkapan ini pula timbullah kegaduhan yang mengatasnamakan organisasi pers dan wartawan yang terjadi di Polres Lampung Timur.

Dari Kasus ini Buka Pintu Masuk, Tertibkan Organisasi Pers dan Wartawan

Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lampung Iskandar Zulkarnain mengatakan penangkapan Ketua PPWI menjadi pintu masuk untuk menertibkan lagi organisasi pers dan wartawan.

Dengan kata lain, sebagaimana Ia menyebutkan dalam keterangannya, di Bandar Lampung, Antaranews, Selasa 15 Maret 2022, Penangkapan ini adalah lampu merah bagi perusahaan pers yang tidak berbadan hukum dan tidak terverifikasi di Dewan Pers, juga wartawan yang belum berkompeten untuk segera memebenahi perusahaan dan organisasi pers-nya.

Menurutnya lagi, Undang-Undang Pers No 40 Tahun 1999 mengamanatkan perusahaan pers harus berbadan hukum dan terverifikasi di Dewan Pers. Termasuk juga wartawan harus mengikuti uji kompetensi wartawan (UKW) atau uji kompetensi jurnalis (UKJ).

Iskandar juga menyebutkan bahwa, wartawan juga harus bisa memilih organisasi profesi wartawan dan asosiasi perusahaan pers yang sudah menjadi konstituen Dewan Pers, yaitu Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATLI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), dan Serikat Perusahaan Pers (SPS).

Upaya Menaikkan Profesionalisme Wartawan

Dalam kasus penangkapan Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Wilson Lalengke ini, pers dituntut menaikkan profesionalisme wartawan khususnya di Indonesia ini.

Adapun dengan berkembangnya masyarakat pers di Indonesia bertambah pula jumlah wartawan yang mengelola media elektronik dan cetak. Tantangannya adalah banyak wartawan terutama media online yang tumbuh subur dalam satu dasawarsa terakhir tidak diiringi kapasitas sumber daya manusia yang mumpuni bahkan tak jarang pula dalam kasus ini ditemukan julukan “Wartawan Bodong”. Apalagi di era platform digital dimana produk jurnalistik ini berlomba dengan produk media sosial yang tidak memiliki standar etika jurnalistik, maka semakin mendesak pula kebutuhan meningkatkan profesionalisme

wartawan.

Dari segi pandangan harapan publik tentunya dengan semakin banyak wartawan yang kompeten, maka wartawan dapat menjalankan tugasnya secara profesional. Jika merujuk kepada Undang-Undang No. 40 Tahun 1999, maka “Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik”. Dan kegiatan jurnalistik ini meliputi “mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia”. Oleh karena itu wartawan sangat penting dalam memproduksi berita yang mengikuti kaidah-kaidah wartawan yang profesional. Apalagi media massa tempat dimana di bekerja memiliki fungsi penting dalam menjaga marwah bangsa Indonesia.  Dengan kata lain, jika media tidak mampu melaksanakan fungsinya itu maka boleh jadi terjadi kelemahan dalam profesionalisme wartawannya.

Dewan Pers gaungkan tentang Pengumpulan Data Survei IKP 2021, Ketua Dewan Pers dan Ketua BNSP sepakat akan harmonisasi sertifikat kompetensi wartawan (Insan & Setiawan, Menjaga Profesionalisme Wartawan, 2021). Di sebutkan pula bahwa, sampai menjelang Ramadhan 2021, sebaran UKW ini sudah sampai setengah jalan atau sekitar 20 provinsi dari 34 provinsi yang menjadi target. Data dari sekretariat Dewan Pers sudah ada Uji Kompetensi Wartawan di Medan (Sumatera Utara), Serang (Banteng), Pontianak (Kalimantan Barat), Mataram (Nusa Tenggara Barat), Kota Jambi (Jambi), Kota Bengkulu (Bengkulu), Kendari (Sulawesi Tenggara), Padang (Sumatera Barat), Surabaya (Jawa Timur), Tanjung Pinang (Kepulauan Riau), Palangkaraya (Kalimantan Tengah), Denpasar (Bali), Jakarta (DKI Jakarta), Jayapura (Papua), Solo (Jawa Tengah), Bandung (Jawa Barat), Pangkal Pinang (Bangka Belitung), Ternate (Maluku Utara), Kota Lampung (Lampung), Makassar (Sulawesi Selatan). Dalam jenjang kompetensi ini masyarakat pers sepakat menetapkan adanya tiga jenjang yakni jenjang wartawan muda, wartawan madya dan wartawan utama. Seorang wartawan utama inilah juga disepakati oleh masyarakat pers untuk mendapatkan amanah sebagai penanggung jawab media dan juga pemimpin redaksi sebuah lembaga media massa.

Merumuskan kompetensi wartawan merupakan sesuatu hal yang tak pernah selesai disepakati. Stefan Russ-Mohl, seorang sarjana Jerman, pernah menuliskan bahwa menentukan kualitas dalam jurnalisme sangat mirip dengan upaya “untuk memaku puding ke dinding” (Hanitzsch, 2001).

Peningkatan Kopentensi

Mengenai materi uji kompetensi itu sendiri cara garis besar dapat dilihat di situs dewanpers.or.id. Disebutkan dalam buku tentang UKW bahwa “kompetensi wartawan adalah kemampuan wartawan untuk memahami, menguasai, dan menegakkan profesi jurnalistik atau kewartawanan serta kewenangan untuk menentukan (memutuskan) sesuatu di bidang kewartawanan. Hal itu menyangkut kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan. Kemudian dijelaskan rinciannya bahwa dalam rumusan kompetensi wartawan ini digunakan model dan kategori kompetensi, yaitu:

  1. Kesadaran (awareness): mencakup kesadaran tentang etika dan hukum, kepekaan jurnalistik, serta pentingnya jejaring dan lobi.
  2. Pengetahuan (knowledge): mencakup teori dan prinsip jurnalistik, pengetahuan umum, dan pengetahuan khusus.
  3. Keterampilan (skills): mencakup kegiatan 6M (mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah,dan menyampaikan informasi), serta melakukan riset/ investigasi, analisis/ prediksi, serta menggunakan alat dan teknologi informasi.

Di dalam uji kompetensi ini juga, para wartawan dilihat penguasaannya terhadap kode etik jurnalistik. Tidak hanya berapa pasal Kode Etik Jurnalistik itu tapi juga bagaimana penerapannya.

Sertifikasi bukan Formalitas

Sertifikasi kompetensi wartawan merupakan hal penting yang harus dilalui wartawan sebagai bentuk legitimasi kecakapan dan peningkatan kualitas serta profesionalitas wartawan. Sertifikasi ini bukanlah sekadar formalitas, tetapi berperan penting dalam pembentukan wartawan profesional. Sertifikasi kompetensi merupakan salah satu bentuk uji kelayakan sebuah profesi, sebagaimana profesi lain, seperti dokter, notaris, pengacara, guru, dosen.

Sengketa Pers

Sebagaimana contoh yang terjadi dalam kasus penangkapan Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Wilson Lalengke.

Dikutipkan dari jaringan Suara di Lampung, sebelumnya Wilson bersama pengurus PPWI Provinsi Lampung mendatangi Mapolres Lampung Timur pada Jumat (11/3/2022).

Video yang beredar menunjukkan peristiwa orang dengan bernada tinggi mencari Kapolres Lampung Timur dan pejabat utama Polres Lampung Timur. Bahkan, merobohkan papan bunga di halaman Mapolres Lampung Timur.

Sementara Tujuan rombongan PPWI datang ke polres Lampung Timur iyalah untuk membesuk dan mempertanyakan penangkapan pimpinan redaksi media online Resolusitv.com yang mereka anggat sangat arogansi.

Sebagai informasi, Pemimpin redaksi media online Resolusitv.com ini sendiri ditangkap dalam kasus pemerasan terhadap seorang warga dengan modus pemberitaan.

Apa kaitannya dengan profesionalisme wartawan?

Dalam kasus ini merupakan bukti bahwa belum banyaknya jumlah wartawan yang tersertifikasi, ini lah yang menyebabkan profesionalitas wartawan sulit ditegakkan. Hal itu dapat terlihat dari jumlah pengaduan masyarakat terhadap kasus sengketa pers. Tiap tahun Dewan pers rata-rata menerima sekitar 300 aduan terkait pelanggaran kode etik wartawan (AJI, 2020).

Maka dari itu adanya cara dalam menyelesaikan sengketa pers merupakan tugas Dewan Pers sebagaiman termaktub dalam Undang-undang No. 40 tahun 1999 pasal 15 ayat 2 yang berbunyi, “Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.” Namun, Dewan Pers akan sangat kerepotan jika hanya menangani sengketa pers yang sejatinya merupakan persoalan di hilir, sementara problem utama di hulu tidak diselesaikan, yaitu meningkatkan kualitas dan profesionalitas wartawan. Oleh sebab inilah betapa pentingnya sertifikasi wartawan untuk menunjukkan bahwa hanya yang berkompetenlah yang layak menjadi wartawan.

Maka dari itu dalam kasus penangkapan Ketum PPWI ini lah Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lampung Iskandar Zulkarnain mengatakan penangkapan Ketua PPWI menjadi pintu masuk untuk menertibkan lagi organisasi pers dan wartawan. Serta menyebutkan bahwa, wartawan juga harus bisa memilih organisasi profesi wartawan dan asosiasi perusahaan pers yang sudah menjadi konstituen Dewan Pers, yaitu Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATLI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), dan Serikat Perusahaan Pers (SPS).

Daftar Pustaka :

  • (Insan & Setiawan, Menjaga Profesionalisme Wartawan, 2021)
  • (Hanitzsch, 2001).
  • (AJI, 2020).

Laporan Redaksi Saibetik.com

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed